Chapter 1
Aku tiba di sekolah 5 menit sebelum
bel berdering. Tidak seperti biasanya. Biasanya aku sampai di sekolah 30 menit
sebelum bel berdering. Ah, rasanya aku ingin kembali pulang ke rumah dan
kembali tidur saja daripada harus menghadapi sekolah yang melelahkan dan
membosankan. Tetapi aku tidak bisa. Yah, mau diapakan lagi. Akupun berjalan
dengan bermalas-malasan menuju kelas.
Sesampainya
di depan kelas aku melihat teman-teman sekelasku, bahkan dari kelas-kelas lain
tampak sedang meributi sesuatu. Aku mendengar tentang “Anak baru”. Yah, aku
tidak peduli soal anak baru itu. Apa peduliku. Untuk apa memperdulikan orang
lain. Aku tidak peduli dengan apapun untuk saat ini.
Aku
langsung duduk di kursiku sambil berpangku tangan. Memperhatikan reaksi
teman-temanku yang tampak sangat berlebihan mengenai anak baru itu.
Setampan/secantik apa sih anak baru itu sampai-sampai membuat heboh begini?
Loh, kenapa juga aku peduli? Ingat Immy, kau sedang tidak tertarik untuk
memperdulikan apapun.
“Imogene!”
Suara Sam menyadarkanku dari lamunanku.
“Hah?
Kenapa?” Aku pasti terlihat seperti orang bodoh.
“Ada
apa?” Sam menyentuh punggung tanganku. Tanda simpatinya.
“Tidak
ada apa-apa. Aku hanya lelah.” Lelah dengan semua omong kosong ini. Sekolah,
tugas-tugas yang semakin hari semakin menumpuk, ulangan, teman-teman yang
menyebalkan, guru-guru yang seenaknya, pokoknya semuanya!!! Aku butuh seseorang
untuk memotivasiku, Sam. Aku sangat membutuhkannya. Siapapun itu. Bahkan jika
kau mau. Tetapi, sepertinya tidak.
“Baiklah.
Sudah dengar tentang anak baru itu?” Tanyanya dengan penuh semangat.
Sampai-sampai dia memukul mejaku. Ternyata dia tidak benar-benar simpati
denganku. Sentuhannya di tanganku itu hanya omong kosong. Kenapa sih semua
orang menjadi begitu menyebalkan? Bahkan sahabatku sendiri.
“Sudah.”
Jawabku singkat. Tidak tertarik dengan pembicaraan ini.
“Sudah
tau tentang wujudnya?” Wujud? Kau kira dia itu hantu atau apa. Astaga.
“Belum.”
Dan aku tidak ingin tahu.
“Katanya
anak baru itu sangan tampan!” Semangatnya semakin membara.
“Oh,
baguslah. Setidaknya ada pemandangan bagus di sekolah ini.” Kataku dengan
datar.
“Kau
ini kenapa sih? Tampaknya tidak ada semangat hidup.” Sam mulai menyadari
perubahanku. Akhirnya.
“Ya
kau benar. Aku sedang tidak ada semangat hidup.”
“Astaga,
Immy. Bersemangatlah! Ingat, akan ada anak baru tampan yang akan masuk di kelas
kita.” Astaga Sam. Yang benar saja? Anak baru itu lagi? Bahkan Sam, sahabatku,
lebih mementingkan anak baru itu daripada sahabatnya sendiri yang sedang dalam
keadaan down. Sudahlah.
Aku
hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyuman terpaksa padanya. Lalu bel pun
berdering.
Mrs. Scratton memasuki ruangan kelas dengan
senyum yang merekah dari bibirnya. Apakah dia juga bersemangat soal “anak baru
yang tampan” ini? Duh! Aku memutar bola mataku.
Sementara
teman-temanku bersemangat untuk menyambut anak baru itu, aku malah membaringkan
kepalaku di atas meja dan menutup wajahku dengan buku. Tidak peduli.
Lalu,
tiba-tiba saja suara riuh yang teman-temanku buat beberapa waktu yang lalu
berubah menjadi keheningan. Kelas menjadi sunyi dan senyap seperti tidak ada orang di
dalamnya. Maka aku menengadahkan kepalaku untuk melihat keadaan. Dan.... anak baru itu di sana. Di depan
kelas. Menatapku selama sepersekian detik lalu berpaling. Apa yang dikatakan Sam ternyata benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar