6.08.2014

Define Good


Chapter 1


 Aku tiba di sekolah 5 menit sebelum bel berdering. Tidak seperti biasanya. Biasanya aku sampai di sekolah 30 menit sebelum bel berdering. Ah, rasanya aku ingin kembali pulang ke rumah dan kembali tidur saja daripada harus menghadapi sekolah yang melelahkan dan membosankan. Tetapi aku tidak bisa. Yah, mau diapakan lagi. Akupun berjalan dengan bermalas-malasan menuju kelas.

            Sesampainya di depan kelas aku melihat teman-teman sekelasku, bahkan dari kelas-kelas lain tampak sedang meributi sesuatu. Aku mendengar tentang “Anak baru”. Yah, aku tidak peduli soal anak baru itu. Apa peduliku. Untuk apa memperdulikan orang lain. Aku tidak peduli dengan apapun untuk saat ini.

            Aku langsung duduk di kursiku sambil berpangku tangan. Memperhatikan reaksi teman-temanku yang tampak sangat berlebihan mengenai anak baru itu. Setampan/secantik apa sih anak baru itu sampai-sampai membuat heboh begini? Loh, kenapa juga aku peduli? Ingat Immy, kau sedang tidak tertarik untuk memperdulikan apapun.

            “Imogene!” Suara  Sam menyadarkanku dari lamunanku.

            “Hah? Kenapa?” Aku pasti terlihat seperti orang bodoh.

            “Ada apa?” Sam menyentuh punggung tanganku. Tanda simpatinya.

            “Tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah.” Lelah dengan semua omong kosong ini. Sekolah, tugas-tugas yang semakin hari semakin menumpuk, ulangan, teman-teman yang menyebalkan, guru-guru yang seenaknya, pokoknya semuanya!!! Aku butuh seseorang untuk memotivasiku, Sam. Aku sangat membutuhkannya. Siapapun itu. Bahkan jika kau mau. Tetapi, sepertinya tidak.

            “Baiklah. Sudah dengar tentang anak baru itu?” Tanyanya dengan penuh semangat. Sampai-sampai dia memukul mejaku. Ternyata dia tidak benar-benar simpati denganku. Sentuhannya di tanganku itu hanya omong kosong. Kenapa sih semua orang menjadi begitu menyebalkan? Bahkan sahabatku sendiri.

            “Sudah.” Jawabku singkat. Tidak tertarik dengan pembicaraan ini.

            “Sudah tau tentang wujudnya?” Wujud? Kau kira dia itu hantu atau apa. Astaga.

            “Belum.” Dan aku tidak ingin tahu.

            “Katanya anak baru itu sangan tampan!” Semangatnya semakin membara.

            “Oh, baguslah. Setidaknya ada pemandangan bagus di sekolah ini.” Kataku dengan datar.

            “Kau ini kenapa sih? Tampaknya tidak ada semangat hidup.” Sam mulai menyadari perubahanku. Akhirnya.

            “Ya kau benar. Aku sedang tidak ada semangat hidup.”

            “Astaga, Immy. Bersemangatlah! Ingat, akan ada anak baru tampan yang akan masuk di kelas kita.” Astaga Sam. Yang benar saja? Anak baru itu lagi? Bahkan Sam, sahabatku, lebih mementingkan anak baru itu daripada sahabatnya sendiri yang sedang dalam keadaan down. Sudahlah.

            Aku hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyuman terpaksa padanya. Lalu bel pun berdering.

 Mrs. Scratton memasuki ruangan kelas dengan senyum yang merekah dari bibirnya. Apakah dia juga bersemangat soal “anak baru yang tampan” ini? Duh! Aku memutar bola mataku.

Sementara teman-temanku bersemangat untuk menyambut anak baru itu, aku malah membaringkan kepalaku di atas meja dan menutup wajahku dengan buku. Tidak peduli.


Lalu, tiba-tiba saja suara riuh yang teman-temanku buat beberapa waktu yang lalu berubah menjadi keheningan. Kelas menjadi sunyi dan senyap seperti tidak ada orang di dalamnya. Maka aku menengadahkan kepalaku untuk melihat keadaan. Dan.... anak baru itu di sana. Di depan kelas. Menatapku selama sepersekian detik lalu berpaling. Apa yang dikatakan Sam ternyata benar.



to be continued... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar